Rasio
Profitabilitas
Rasio
profitabilitas yaitu rasio yang melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba. Rasio profitabilitas merupakan aspek fundamental perusahaan, karena
selain memberikan daya tarik yang besar bagi investor yang akan menanamkan
dananya pada perusahaan juga sebagai alat ukur terhadap efektivitas dan
effisiensi penggunaan semua sumber daya yang ada di dalam proses operasional
perusahaan. Hanafi dan Halim (1996) mendefinisikan rasio profitabilitas
sebagairasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan(profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham
tertentu. Rasio profitabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator :
- Profit Margin
Profit
Margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan
dibandingkan dengan penjualan yang dicapai.Rumus yang bisa digunakan adalah sebagai
berikut :
Gross Profit
Margin = Laba kotor / Penjualan x 100 %
Profit
Margin = EBIT / Penjualan x 100 %
Net Profit
Margin = EBIT / Penjualan x 100 %
- ROA (Return on Asset)
Return on
Asset juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis merupakan ukuran
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki
oleh perusahaan.Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga
dan pajak atau EBIT.
ROA = EBIT /
Total Aktiva x 100%
- ROE (Return on Equity)
Rasio ini
mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal
tertentu.Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas darisudut pandang pemegang
sahamRasio ROE bisa dihitung sebagai berikut :
ROE = Modal
Saham Laba Bersih.
Meskipun,
rasio ini mengukur laba dari sudut pandang pemegang saham, rasio ini tidak
memperhitungkan dividend maupun capital gain untuk pemegang saham.
Karena itu rasio ini bukan pengukur return pemegang saham yang sebenarnya. ROE
dipengaruhi oleh ROA dan Leverage keuangan perusahaan. Selain itu ROE
bisa dihitung dengan cara:
ROE =Rata –
rata Saham Biasa
Bagian atas
persamaan tersebut (numenator) mencerminkan bagian laba yang bisa
dialokasikan ke pemegang saham untuk periode tertentu, setelah semua hak-hak
kreditur dan saham preferen telah dilunasi, biaya bunga telah dikurangkan dari
laba bersih. Sementara dividen untuk saham preferen belum dikurangkan. Karena
itu dividen untuk saham preferen mesti dikurangkan darilaba bersih perusahaan
untuk memperoleh hak bersih pemegang saham biasa.Pembagi (denominator)
persamaan diatas mengukur rata-rata jumlah saham yang digunakan selama periode
tersebut. Saham biasa sama dengan total saham dikurangi nilai dari nominal
saham preferen
- ROI ( Return on Investment)
Return on
Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang
akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan
untuk mengukur rasio ini adalah laba bersih setelah pajak atau EAT. Formula
yang digunakan untuk menghitung ROI adalah sebagai berikut :
ROI = EAT /
Total Aktiva Analisa Return on Investment (ROI)
Dalam
analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik
analisa keuangan yang bersifat menyeluruh (komprehensif). Analisa ROI ini
merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk
mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return on Investment
itu sendiri adalah salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang dimaksudkan
untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Dengan demikian ratio ini menghubungkan keuntungan
yang diperoleh dari operasi perusahaan (net operating income)dengan jumlah
investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi
tersebut ( net operating assets). Sebutan lain untuk ratioini adalah net
operating profit rate of return atau operating earning power. Kegunaan dari
analisa ROI dapat dikemukakan sebagai berikut :
- Sebagai salah satu kegunaannya yang prinsipil ialah sifatnya yang menyeluruh. Apabila perusahaan sudah menjalankan praktek akuntansi yan gbaik maka manajemen dengan menggunakan teknik analisa ROI dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efsiensi produksi danefisiensi bagian penjualan. Apabila suatu perusahaan pada suatu periode telah mencapai “operating aset turnover“ sesuai dengan standar atau target yang telah ditetapkan, tetapi ternyata ROI-nya masih dibawah standar target, maka perhatian managemen dapat dicurahkan pada usaha peningkatan efisiensi disektor produksi dan penjualan. Sebaliknya apabila profit margin telah mencapai target atau standar yang telah ditetapkan, sedangkan operating aset turn over masih dibawah target maka perhatian managemen dapat dicurahka nuntuk perbaikan kebijaksanaan investasi baik dalam modal kerja maupun dalam aktiva tetap. Rendahnya operating aset turnover ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam kebijakan pembelian bahan mentah yang dibeli terlalu besar menumpuk di gudang.
- Apabila perusahaan dapat mempunyai data industri sehingga dapat diperoleh ratio industri, maka dengan analisa ROI ini dapat dibandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis,sehingga dapat diketahui apakah perusahaannya berada dibawah, sama, atau diatas rata-ratanya. Dengan demikian akan dapat diketahui dimana kelemahannya dan apa yang sudah kuat pada perusahaan tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis.
- Analisa ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh divisi/ bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biayadan modal kedalam bagian yang bersangkutan. Arti penting mengukur rate of return pada tingkat bagian adalah untuk dapat membandingkan efisiensi suatubagian dengan bagian yang lain didalam perusahaan yang bersangkutan. Kelemahan analisa ROI yaitu :
Perbedaan metode dalam penilaian berbagai aktiva antara perusahaan yang satu
dengan perusahaan yang lain, perbandingan tersebut akan dapat memberi gambaran
yang salah. Ada berbagai metode penilaian inventory (FIFO, LIFO,The Lower
cost or market valuation) yang digunakan akan berpengaruh terhadap besarnya
nilai inventory, dan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap jumlah aktiva.
Demikian pula adanya berbagai metode depresiasiakan berpengaruh terhadap jumlah
aktivanya.
Kelemahan lain dari teknik analisa ini adalah terletak pada adanya fluktuasi
nilai dari uang (daya belinya). Suatu mesin atau perlengkapan tertentu yang
dibeli dalam keadaan inflasi nilainya berbeda dengan kalau dibeli pada waktu
tidak ada inflasi, dan hal ini akan berpengaruh dalam menghitung investment
turn over dan profit margin
- Earning Per Share (EPS)
Kadang-kadang
pemilik juga menginginkan data mengenai keuntungan yang diperoleh untuk setiap
lembar sahamnya. Keuntungan perlembar saham biasanya merupakan indikator laba
yang diperhatikan oleh para investor yang merupakan angka dasar yang diperlukan
dalam menentukan harga saham.Earning pershare atau laba perlembar saham
merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar
saham pemilik.Laba yang digunakan sebagai ukuran adalah laba bagi pemilik atau
EAT.
EPS = EAT /
Jumlah lembar saham
Senada
dengan Haniffa, Gray (1988) dalam Ratmono, (2003), akuntabilitas dipandang
lebih sesuai dengan tujuan akuntansi berdasarkan syari’ah. Gray
menganggap bahwa adanya akuntabilitas akan membuat perusahaan lebih
memperhatikan kepentingan sosial. Adanya akuntabilitas menuntut perusahaan
lebih memperhatikan stakeholders dan lingkungan dari pada stockholders
semata. Sementara Triyuwono (2002), berpendapat tujuan akuntansi syari’ah
bersifat materi yaitu pemberian informasi untuk pengambilan keputusan
ekonomi dan bersifat spirit yaitu akuntabilitas. Berbeda dengan Harahap
(2001),dimana tujuan akuntansi syari’ah adalah muamalah yaitu Amar
Ma’ruf Nahi Munkar, keadilan dan kebenaran, maslahat sosial, kerjasamaaa,
menghapus riba,dan mendorong zakat. Sehingga dengan demikian tujuan akuntansi syari’ah
lebih menekankan pentingnya memberikan informasi bagi penghitungan
zakat,pelaksanaan keadilan dan melaporkan kegiatan yang bertentangan dengansyari’ah.
Tujuan-tujuan tersebut perlu dilakukan dalam rangka memenuh tanggungjawab bank
kepada direct stakeholders maupun indirect stakeholders.
Sementara
itu berkaitan dengan konsep kepemilikan (equity), pakar akuntansi syari’ah
antara lain; Harahap (1997), Adnan (1999), Triyuwono (2000),dan Baydoun dan
Willeet (2000), berpendapat mengingat tujuan akuntansi syari’ah mencakup
aspek sosial dan pertanggungjawaban, maka teori enterprise lebih sesuai dengan
akuntansi syari’ah. Mereka berpendapat akuntansi syari’ah dipandang
tidak saja sebagai bentuk akuntabilitas kepada stakeholders dan Tuhan.
Pandangan ini yang mendasari Baydoun dan Willet (2000) mengusulkan Laporan
Nilai Tambah (Value Added Statement) sebagai komponen Laporan Keuangan
Islami yang memberikan perhatian kepada pihak-pihak yang memberikan kontribusi
kepada perusahaan. Akuntasi syari’ah seharusnya memberikan perhatian
tidak hanya sebatas pada pemilik modal tetapi juga kepadapihak-pihak lain.
Rasio Nilai Pasar
Rasio ini merupakan indikator
untuk mengukur mahal murahnya suatu saham, digunakan untuk membantu investor
dalam mencari saham yang memiliki potensi keuntungan dividen yang besar sebelum
melakukan penanaman modal berupa saham. Namun rasio pasar tidak mempunyai
ukuran yang menunjukan tingkat efesiensi rasio serta tidak dapat mencerminkan
kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan jika dilihat berdasarkan harga
saham maupun jika dipergunakan oleh pihak manajemen perusahaan.
Rasio pasar merupakan sekumpulan
rasio yang menghubungkan harga saham dengan laba, nilai buku per saham, dan
dividen. Rasio ini memberikan petunjuk mengenai apa yang dipikirkan invenstor
atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospek di masa mendatang (Moeljadi,
2006:75).
Rasio ini memberikan informasi
seberapa besar masyarakat (investor) atau para pemegang saham menghargai
perusahaan, sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga yang
lebih tinggi dibanding dengan nilai buku saham (Sutrisno, 2003:256).
Rasio pasar mengukur harga pasar
saham perusahaan relatif terhadap nilai bukunya. Sudut pandang rasio ini lebih
banyak berdasarkan pada sudut pandang investor ataupun calon investor, meskipun
pihak manajemen, juga berkepentingan dalam rasio ini. Rasio modal saham atau
rasio pasar terdiri dari :
1. Rasio Pendapatan Per Lembar
Saham (Earning Per Share)
Earning Per Share (EPS) biasanya
menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan
manajmen. EPS menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap
lembar saham. Semakin besar nilai EPS semakin besar keuntungan yang diterima
pemegang saham.
Seorang investor membeli dan
mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh dividen
atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran dividen dan
kenaikan harga saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham
biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan. EPS hanya
dihitung untuk saham biasa.
EPS = (Laba bersih bagi pemegang
saham biasa) / jumlah saham beredar
2. Rasio Harga Laba (Price
Earning Ratio)
Price Earning Ratio (PER)
menunjukan berapa banyak investor bersedia membayar untuk tiap rupiah dari laba
yang dilaporkan.
Oleh para investor rasio ini
digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di
masa yang akan datang. Kesedian para investor untuk menerima kenaikan PER
sangat bergantung pada prospek perusahaan. Perusahaan dengan peluang tingkat
pertumbuhan yang tinggi, biasanya memiliki PER yang tinggi. Sebaliknya
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah cenderung memiliki PER yang
rendah.
PER = Harga pasar per lembar
saham / Pendapatan per lembar saham
3. Rasio Pasar Per Buku (Price To
Book Value Ratio)
Rasio ini menunjukan berapa besar
nilai perusahaan dari apa yang telah atau sedang ditanamkan oleh pemilik
perusahaan, semakin tinggi rasio ini, semakin besar tambahan kekayaan (wealth)
yang dinikmati oleh pemilik perusahaan (Husnan, 2006:76)
Jika harga pasar berada di bawah
nilai bukunya, investor memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Bila
seorang investor pesimis atas prospek suatu saham, maka banyak saham dijual
pada harga di bawah nilai bukunya. Sebaliknya jika investor optimis maka saham
dijual dengan harga di atas nilai bukunya.
Book value per share (nilai buku
per saham) dihitung dengan membagi ekuitas saham biasa dengan jumlah saham yang
beredar.
PBV = Harga pasar per saham /
Nilai buku per saham
4. Rasio Pendapatan Dividen
(Dividend Yield Ratio)
Dividen yield merupakan sebagian
dari total return yang akan diperoleh investor. Biasanya perusahaan yang
mempunyai prospek pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai dividend yield yang
rendah, karena dividen sebagian besar akan diinvestasikan kembali. Kemudian
karena perusahaan dengan prospek yang tinggi akan mempunyai harga pasar saham
yang tinggi, yang berarti pembaginya tinggi, maka dividend yield untuk
perusahaan semacam ini akan cenderung lebih rendah.
DY = Dividen per lembar saham /
Harga per lembar saham
5. Rasio Pembayaran Dividen
(Dividend Payout Ratio)
Rasio ini melihat bagian
pendapatan yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor sedangkan bagian
lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan.
Perusahaan yang mempunyai tingkat
pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran dividen yang rendah.
Sebaliknya perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah akan mempunyai raio
yang tinggi. Pembayaran dividen juga merupakan kebijakan dividen perusahaan.
Semakin besar rasio ini maka semakin lambat atau kecil pertumbuhan pendapatan
perusahaan.
DPR = (Dividen per lembar saham /
Pendapatan per lembar saham) x 100%
Contoh Soal :
PT. Mulialand (MLND) pada tahun
2000 membayar dividen sebesar Rp 15, 120 Milyar. Laba bersih yang diperoleh Rp
92, 776442 Milyar. Sampai akhir tahun tersebut jumlah saham beredar 378 juta
lembar saham. Nilai buku per saham adalah Rp 378 Milyar dan harga saham MLND di
pasar Rp 1.450.
l
DPS = Rp Rp15, 120 Milyar / 378 juta = Rp 40
l
EPS = Rp 92, 776442 / 378 juta = Rp 245
l
DPR = Rp 40 / Rp 245 = 16,32%
l
PER = Rp 1.450 / Rp 245 = 5,2x.
l
PBV = Rp 1.450 / Rp 1.000 = 1,45.
l
Dividend Yield = Rp 40 / Rp 1.450 = 2,75%.